Rabu, 27 Mei 2015

BENTENG KUTO BESAK


Palembang teringat dibenak semua orang, Kulinernya yang khas dan mudah dikenang menjadikan Icon kota ini dengan julukan “kota Pempek” bedasarkan dari Historis Palembang merupakan salah satu kota tua, bahkan tertua, di Indonesia. Kota ini diperkirakan berdiri sekitar tahun 682M tertulis dalam prasasti Kedukan Bukit. Kini, usia Palembang sudah mencapai lebih dari 13 abad. Rentang sejarah yang demikian panjang tentu saja telah mewarnai dinamika perkembangan Palembang. Banyak warisan yang ditinggalkan oleh masa lalu Palembang kepada kita di masa kini, baik berupa artifact, sociofact, maupun mentifact. Peninggalan berupa artefact, misalnya: prasasti Kedukan Bukit, sisa-sisa reruntuhan bekas Kerajaan Sriwijaya, Masjid Agung, Benteng Kuto Besak, Kota Tua Belanda di sepanjang Jalan Merdeka dan Kambang Iwak, Palembang, dan sebagainya. Sociofact, misalnya, banyak dijumpainya komunitas masyarakat Palembang yang beragam: komunitas Melayu, Jawa, Banjar, Bugis, Madura, Arab, India, dan China. Berkembangnya beragam agama Budha, Konghucu, Islam, dan bahkan aliran kepercayaan di Palembang merupakan fakta-fakta sejarah yang berupa mentalitas (mentifact).
Keragaman tersebut menunjukkan masyarakat Palembang merupakan masyarakat yang terbuka (welcome) terhadap setiap kelompok yang berbeda. Mereka mempunyai tingkat toleransi yang tinggi terhadap setiap perbedaan. Kondisi ini mendukung terjadinya asimilasi dan akulturasi budaya di Palembang, sebuah kebudayaan yang khas Palembang. Peninggalan artefact yang manjadi fokus bahasan dalam tema ini yaitu Benteng Kuto Besak atau sering disebut orang Palembang “BKB”. Kuta Besak, adalah keraton pusat Kesultanan Palembang Darussalam, sebagai pusat kekuasaan tradisional yang mengalami proses perubahan dari zaman madya menuju zaman baru di abad ke-19. Pengertian KUTO di sini berasal dari kata Sanskerta, yang berarti: Kota, puri, benteng. Bahasa Melayu (Palembang) tampaknya lebih menekankan pada arti/puri, benteng, kubu/bahkan arti: kuto lebih diartikan pada pengertian pagar tinggi yang berbentuk dinding. Sedangkan pengertian kota lebih diterjemahkan kepada negeri. Benteng ini didirikan pada tahun 1780 oleh Sultan Muhammad Bahauddin (ayah Sultan Mahmud Badaruddin II).
Gagasan benteng ini datangnya dari Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758) atau dikenal dengan Jayo Wikramo, yang mendirikan Keraton Kuta Lama tahun 1737. Proses pembangunan benteng ini didukung sepenuhnya oleh seluruh rakyat di Sumatera Selatan. Mereka pun menyumbang bahan-bahan bangunan maupun tenaga pelaksananya. Siapa arsiteknya, tidak diketahui dengan pasti. Ada pendapat yang mengatakan bahwa arsiteknya adalah orang Eropa. Untuk pelaksanaan pengawasan pekerjaan dipercayakan kepada seorang Cina, yang memang ahli di bidangnya. Sebagai bahan semen untuk perekat bata ini dipergunakan batu kapur yang ada di daerah pedalaman Sungai Ogan. Tempat penimbunan bahan kapur tersebut terletak di daerah belakang Tanah Kraton yang sekarang disebut Kampung Kapuran, dan anak sungai yang digunakan sebagai sarana angkutan ialah Sungai Kapuran. Pada tahun 1797, pembangunan benteng ini selesai, dan mulai ditempati secara resmi oleh Sultan Muhammad Bahauddin pada hari Senin, 23 Sya’an 1211 Hijriah di pagi hari atau bersamaan dengan 21 Februari 1797 Masehi. Sedangkan putranya yang tertua, yang menjadi Pangeran Ratu (putra mahkota) menempati Keraton Kuta Lama.
Pada Perang Palembang 1819 yang pertama, benteng ini dicoba oleh peluru-peluru meriam korvet Belanda, tetapi tak satu pun peluru yang dapat menembus, baik dinding maupun pintunya. Akibat kehabisan peluru dan mesiu, maka armada Belanda tersebut melarikan diri ke Batavia. Dari sinilah lahir ungkapan, yang menyatakan pekerjaan yang sia-sia, karena tak mendatangkan hasil: Pelabur habis, Palembang tak alah, artinya perbuatan atau usaha yang tak rnemberikan hasil, hanya mendatangkan rugi dan lelah sernata. Peristiwa ini ditulis dengan penuh pesona dalam Syair Perang Menteng atau disebut pula Syair Perang Palembang. Selain keindahan dan kekokohannya, Kuto Besak memang terletak di tempat strategis, yaitu di atas lahan bagaikan terapung di atas air. Dia terletak di atas pulau, yaitu kawasan yang dikelilingi oleh Sungai Musi (di bagian muka atau selatan), di bagian barat dibatasi oleh Sungai Sekanak, di bagian timur berbatas Sungai Tengkuruk dan di belakangnya atau bagian utara dibatasi oleh Sungai Kapuran. Kawasan ini disebut Tanah Kraton. Hingga saat ini Benteng Kuto Besak berdiri kokoh dan menjadi Icon kota Palembang, dan menjadi pusat kegiatan warga Palembang, dalam melakukan kegiatan di taman depan Benteng kuto Besak. Dari masa kesultanan Palembang Darussalam hingga menjadi kota Palembang. Kemolekan dan potensi Kota Palembang tersebut telah menarik minat orang-orang datang ke Palembang. Arus migrasi ke Kota Palembang memicu pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Berdasar catatan van den Heuvel, pada 1880-an jumlah penduduk Palembang sekitar 60.000-an. Sekitar satu abad kemudian, yaitu pada 1930, jumlah penduduk Palembang sekitar 100.000 jiwa, dan menjadi 150.000 jiwa pada 1940. Sampai 1955, penduduk Palembang diperkirakan mencapai 400.000 jiwa, tetapi yang terdaftar secara resmi hanya sekitar 285.348 jiwa saja. Penduduk yang tidak terdaftar ini umumnya adalah pendatang (tumpang) yang berasal dari desa-desa di sekitar Sumatera Selatan. Sementara itu, pada 1960, jumlah penduduk Palembang diperkiran telah mencapai 800.000 jiwa. Kini, 2012, jumlah penduduk Palembang telah mencapai 1.611.309 jiwa yang mendiami wilayah seluas 369,22 kilometer persegi. Saat inipun Benteng Kuto Besak sebagai boulevard menjadi tempat favorite untuk nongkrong/kongkow bagi anak-anak muda Kota Palembang, taman terbuka ini juga sudah menjadi tempat wisata keluarga bagi masyarakat Palembang, biasanya apabila warga palembang kedatangan sanak keluarga dari luar palembang, Duduk Ngobrol sambil menikmati Sungai Musi dan Jembatan Ampera dari Taman Terbuka Benteng Kuto Besak menjadi pilihan pertama yang akan dikunjungi.

Saat ini disore hari pula akan banyak sekali pedagang makanan yang menjajakan dagangan nya, berbagai macam makanan dapat anda temukan disini, mulai dari makanan khas palembang, jajanan khas palembang, kue khas palembang, atau makanan umum semisal bakso dan lain-lain, terdapat makanan khas di Benteng Kuto Besak, “mie tek-tek” menjadi makanan yang selalu ada di sekitar taman terbuka Benteng Kuto Besak Palembang, dan biasanya makanan inilah yang menjadi buruan warga palembang sembari minikmati pemandangan sungai musi.

BACA INI JUGA: TEMPAT-TEMPAT WISATA RELIGI DI KOTA PALEMBANG


EmoticonEmoticon